Foto / News · Juni 2, 2025

Rencana Pemerintah Reaktivasi Jalur Kereta Api Ciwidey Tuai Harapan dan Kekhawatiran Warga

Peninggalan jembatan penyebrangan Kereta Api pada zaman kolonial terlihat masih kokoh

Pemerintah Provinsi Jawa Barat kembali menggulirkan rencana reaktivasi jalur kereta api Bandung, Ciwidey. Wacana ini disampaikan langsung oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, dan menuai beragam respons dari masyarakat. Di satu sisi, proyek ini dinilai positif karena bisa memperkuat konektivitas dan pariwisata.

Namun di sisi lain, rencana ini juga memunculkan keresahan, terutama bagi warga yang tinggal di atas dan di sekitar jalur rel yang telah lama tidak aktif.

Suasana salah satu jembatan penyebrangan Kereta Api yang kini digunakan sebagai mobilitas aktivitas Masyarakat.

Rel Mati yang Kini Jadi Hunian dan Usaha

Jalur kereta Bandung–Ciwidey dulunya merupakan salah satu jalur penting pada masa kolonial, yang menghubungkan kawasan perkotaan dengan daerah agraris dan wisata di Bandung Selatan. Jalur ini tidak hanya berfungsi sebagai sarana transportasi penumpang, tetapi juga memainkan peran strategis dalam distribusi hasil bumi seperti teh, kopi, dan sayuran dari Ciwidey ke pusat kota. Namun sejak tahun 1970-an, jalur ini tidak lagi beroperasi akibat meningkatnya popularitas kendaraan pribadi seperti motor dan mobil yang dianggap lebih praktis, fleksibel, dan efisien dalam menjangkau berbagai Lokasi.

Selain minimnya perawatan dan penurunan jumlah penumpang, jalur ini akhirnya ditutup. Sejak itu, rel yang dulu vital kini berubah menjadi ruang aktivitas warga sekitar.

Rumah dan warung tempat usaha warga di bangun diatas dan di sekitar jalur kereta api.

Seiring dengan matinya operasional jalur tersebut, warga mulai mendirikan bangunan di atas, di sisi, dan di sekitar rel. Sebagian besar bangunan tersebut difungsikan sebagai tempat tinggal, sementara sebagian lainnya dimanfaatkan untuk kegiatan usaha seperti warung, kendang ternak, lahan pertanian dan tempat penyimpanan barang. Bahkan, rel bekas tersebut kini digunakan sebagai jalur mobilitas aktif warga dalam kegiatan sehari-hari.

Keresahan Warga Menyambut Wacana Reaktivasi

Dengan kembalinya wacana reaktivasi yang digaungkan oleh Gubernur Dedi Mulyadi, keresahan mulai muncul di tengah warga yang telah lama tinggal di atas rel mati tersebut. Mereka khawatir akan kehilangan tempat tinggal dan sumber penghidupan.

Salah satu warga, Bu Idas, mengaku akan menerima segala keputusan pemerintah selama itu demi kebaikan bersama. Senada dengan itu, Pak Opik, warga lainnya, juga menyatakan kesiapan untuk mengikuti arahan pemerintah, meskipun ia dan keluarganya telah tinggal lebih dari 15 tahun di lokasi tersebut.

“Bagaimanapun juga, kami hanya menumpang di tanah negara. Kami tahu status tanah ini tidak resmi,” ujarnya.

Sisa-sisa jalur kereta api terlihat sudah mulai rusak dan tertutup oleh bangunan dan juga pengecoran jalan.

Tuntutan Ganti Rugi dari Warga Pemilik Tanah Bersertifikat

Berbeda dari Bu Idas dan Pak Opik, beberapa warga lainnya mengklaim bahwa mereka memiliki bukti sah kepemilikan tanah di sekitar rel. Oleh karena itu, mereka menginginkan adanya kejelasan dari pemerintah, termasuk dalam hal ganti rugi.

Teh Resa, salah satu warga Ciwidey yang terdampak langsung, mengaku bahwa tanah dan rumah yang ia tempati sebenarnya tidak memiliki legalitas formal. Namun, ia tetap berharap jika pemerintah benar-benar akan melakukan reaktivasi, maka harus ada kompensasi yang adil.

“Petugas dari KAI sudah pernah mendatangi saya terkait surat-surat. Saya setuju jika proyek ini berjalan, tapi saya minta pemerintah memberikan ganti rugi atas bangunan yang kami tempati,” jelasnya.

Pentingnya Pendekatan Manusiawi dan Solusi yang Adil

Proyek reaktivasi jalur kereta Bandung, Ciwidey memang menjadi bagian dari rencana strategis pemerintah dalam meningkatkan kualitas transportasi dan perekonomian daerah. Namun, tantangan sosial seperti persoalan lahan dan relokasi warga tidak bisa diabaikan begitu saja.

Pemerintah diharapkan mampu melakukan pendekatan secara persuasif dan transparan, serta memberikan solusi yang adil bagi masyarakat terdampak. Komunikasi yang i, pendataan yang baik dan akurat, serta adanya kepastian hukum menjadi kunci agar proyek ini tidak menimbulkan konflik kedepannya.

Seorang warga terlihat menggunakan jembatan atau jalur kereta di Ciwidey sebagai akses utama untuk menjalankan aktivitas hariannya.